Kamis, 21 Februari 2008

MEMBANGUN PAPUA TANAH DAMAI DI TENGAH BERBAGAI TANTANGAN

Membangun Papua Tanah Damai
Di Tengah Berbagai Tantangan[1]

Suara Para Pemimpin Agama Menjelang
Hari Pekabaran Injil 5 Februari 2008
Saudara-saudari Umat Beragama,
Para Pemirsa dan Pendengar,
yang kami hormati

Kepada Saudara-saudari sekalian kami menyampaikan Salam Sejahtera. Semoga Damai dan Kasih Tuhan memenuhi hati dan Keluarga Anda sekalian.

Tanggal 5 Februari adalah hari yang bersejarah dalam Pekabaran Injil di Tanah Papua. Dalam tahun-tahun terakhir ini, sejak 2002, Pemimpin-pemimpin Agama yang bukan kristen turut bersama kita semua dalam kegiatan-kegiatan perayaan Hari Pekabaran Injil. Keikutsertaan mereka bukan hanya tanda solidaritas. Tetapi karena kerinduan kita bersama untuk membangun persekutuan, kerukunan dan damai menuju terwujudnya Papua Tanah Damai. Hari Pekabaran-Injil, 5 Februari, merupakan saat yang tepat untuk itu, karena bukankah inti Injil ialah syalom, salam, damai sejahtera yang kita semua rindukan?

Juga pada saat ini, menjelang 5 Februari, sebagian dari Pemimpin-pemimpin Agama itu berkumpul di sini, seperti yang bisa Anda saksikan. Atas nama mereka semua saya berbicara menyampaikan ungkapan hati, seruan dan pesan kami bersama.

Saudara-saudari yang kami hormati,
Kami para Pemimpin Agama yang ada di Jayapura, membangun persekutuan, kerukunan dan damai antara kami dalam Forum Konsultasi Para Pemimpin Agama. Kegiatan-kegiatan kami, selain pada 5 Februari, juga diadakan pada kesempatan lain seperti pada Hari Doa Sedunia untuk Damai (21 September) dan kesempatan lainnya. Selama 5 hari dalam Bulan Desember yang lalu, bersama sejumlah Pemimpin Agama dari berbagai Kabupaten di Tanah Papua ini, kami mengadakan lokakarya dengan Tema: Membangun Dialog Menuju Papua Tanah Damai dan Strategi Penanggulangan HiV-AiDS Berbasis Agama. Pada kesempatan itu kami mengadakan refleksi atas sejumlah aspek kehidupan kita di Papua dan merumuskan apa yang perlu kami buat sebagai Pemimpin Agama bersama Pemerintah demi terwujudnya Papua Tanah Damai. Intisari dari hasil lokakarya itulah yang mau kami sampaikan kepada publik pada kesempatan ini, sebagai ungkapan hati dan pesan kami menjelang Hari Masuknya Injil ke Tanah Papua.

Saudara-saudari yang kami hormati,

1) Undang-undang No.21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua merupakan peluang yang besar bagi kita untuk menata tanah ini dan membangun kesejahteraan bagi masyarakat kita. Meskipun begitu UU Otsus itu belum menjadi pegangan kita bersama. Ada berbagai alasannya: karena belum diketahui atau diketahui tetapi tidak diterima, atau diketahui dan terima tetapi tidak ada kesungguhan dan konsistensi dalam implementasinya. Harapan kami ialah agar kita konsekuen dalam melaksanakan UU Otsus, dengan Fokusnya: kesejahteraan masyarakat.

2) Terkait dengan itu, PERDASUS dan PERDASI yang merupakan perangkat pendukung dalam pelaksanaan UU Otsus ternyata pembuatannya amat lambat. Maka kami mendesak Eksekutif dan Legislatif untuk menyelesaikan perangkat-perangkat itu, dan sesudah mewujudkannya secara konsekuen.

3) Pokok yang paling memprihatinkan kami semua yang datang dari berbagai kabupeten ialah PEMEKARAN, baik untuk Provinsi maupun Kabupaten. Pemekaran sering menimbulkan konflik baru. Personel yang dibutuhkan tidak disiapkan dengan baik. Dana diserap untuk penyediaan sarana dan prasarana dan untuk membiayai birokrasi, tetapi masyarakat lapisan bawah tidak tambah sejahtera. Malah ada kecenderungan untuk membentuk kabupaten suku dan agama, dengan akibat masyarakat Papua kembali dikotak-kotakkan dengan potensi konflik yang besar.

Kami bertanya-tanya: Untuk kepentingan siapakah pemekaran wilayah itu? Betulkah untuk mendekatkan Pemerintah dengan rakyat? Sulit untuk menutupi kenyataan bahwa justru dengan banyaknya dana pemekaran di tangan, sejumlah Pemerintah Daerah semakin jauh bergerak ke luar wilayahnya, jauh dari masalah-masalah masyarakatnya. Kami bingung ketika, di satu pihak, kita menuduh Pemerintah Pusat memecah belah masyarakat kita dengan pemekaran itu. Tetapi, di lain pihak, delegasi-delegasi berlomba-lomba ke Pusat menuntut pemekaran. Bila situasi ini dibiarkan terus, kita tidak mungkin membangun Papua yang damai, yang ada hanya Papua dengan konflik yang tak putus-putusnya.

Kami para Pemimpin Agama menyerukan agar usaha-usaha pemekaran dihentikan, karena pemekaran kabupaten sudah tidak jelas sasarannya. Pemekaran Provinsi, kalau memang dianggap perlu, harus mengikuti prosedur dan persyaratan yang sudah ditetapkan dalam UU OTSUS Pasal 76. Karena itu, dengan tegas kami menyatakan bahwa kami menolak Rancangan Undang-undang dari DPR-RI tentang Pemekaran Tiga Provinsi di tanah Papua. Dan kami mohon Pemerintah dengan tegas menolak RUU itu agar tidak menjadi pemicu konflik. Kepada semuanya kami serukan hentikanlah semua omongan dan move politik yang hanya menghabiskan energi dan dana tetapi tidak membuat rakyat sejahtera.

4) Pembangunan mulai dari kampung. Itu langkah strategis yang dicanangkan Gubernur. Pilihan strategis ini membangkitkan gairah di kampung-kampung. Pertanyaan kami ialah bagaimana hal itu dikoordinasikan ke bawah dengan Bupati dan jajaran di bawahnya. Bagaimana disiapkan secara matang, termasuk adanya pendamping yang mampu dan mau tinggal di kampung? Perencanaan yang tidak matang dan pelaksanaannya yang tidak kelihatan bisa membuat warga kampung hanya duduk menunggu kucuran Rp.100 juta, untuk segera menghabiskannya dengan barang-barang konsumsi.

5) Jumlah personel dan pos-pos militer yang ada di Tanah Papua kami anggap terlalu banyak. Apalagi pasukan-pasukan yang datang dan pergi selang beberapa bulan tidak belajar mengenal dan memahami masyarakat, malah bersikap curiga dan menghadapi masyarakat sebagai musuh. Akibatnya timbul keresahan di sana sini. Diperlukan PERDASUS yang mengatur penempatan Aparat TNI non-organik, khsusnya KOPASUS, dan perlu mengefektifkan peran POLRI dalam kehidupan masyarakat sipil.

6) Migrasi dan penempatan penduduk hendaknya selekasnya diatur agar penduduk tidak terkonsentrasi hanya di sekitar kota-kota sementara wilayah lain dibiarkan kosong. Juga agar orang asli Papua jangan sampai terpinggirkan, seperti yang terjadi sekarang dengan pedagang-pedagang kecil.

7) Kami dukung keputusan Pimpinan-Provinsi yang mau menjaga sumber daya alam agar tidak dikuras secara berlebihan. Kami harap ada tindakan tegas terhadap pencuri kayu, ikan dan burung-burung. Aparat keamanan dan penegak hukum kami minta menindak semua pelanggar hukum sambil menjaga diri agar tetap bersih.

Menyangkut kekayaan alam dan kelestarian alam ini, kita berbangga atas penghargaan yang diberikan kepada Bpk.Gubernur Barnabas Suebu karena ketegasannya dalam hal itu. Tetapi sementara itu kita mengalami bencana tanah longsor dan banjir, yang membawa kurban justru di kota Jayapura. Alam seperti menyindir dan menantang kita untuk berani menata kota dan menetapkan dengan tegas mana wilayah yang boleh untuk pemukiman dan usaha, dan mana yang harus tetap dijaga keutuhan lingkungan alamnya.

8) Perbedaan ideologi politik yang disebabkan antara lain karena perbedaan penafsiran sejarah integrasi Papua ke dalam NKRI menjadi hambatan untuk membangun, dan menjadi potensi konflik yang bisa destruktif. Maka betapapun sulit dan sensitifnya masalah itu, kami harap diselesaikan selekasnya melalui dialog dan rekonsiliasi.

9) Penyelenggaraan kesehatan Masyarakat dan Penanggulangan HiV-AiDS:
· Strategi pembangunan mulai dari kampung hendaknya juga dibuat untuk penyelenggaraan kesehatan. Maka PUSKESMAS hendaknya ada di setiap Distrik/kecamatan dan dilengkapi dengan tenaga dan sarana yang perlu untuk tugasnya. Kerja sama dengan agama/Gereja setempat diperlukan dalam membangun kesehatan yang komprehensif.

· Kita, para Pemimpin Agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, Islam, Hindu, Budha bertekat untuk aktif menanggulangi HiV-AiDS melalui struktur organisasi agama kita masing-masing dalam jaringan kerja sama dengan pihak Pemerintah, dan lembaga-lembaga lain yang berkecimpung di bidang itu.

· Kami serukan kepada para Pemimpin Agama semuanya: marilah kita mewartakan iman dan moral yang harus menjadi nyata dalam sikap dan perilaku. Hendaknya umat semua agama menyadari bahwa cara yang paling ampuh untuk mencegah penularan virus HiV ialah cara yang diajarkan oleh semua agama, yaitu pantang hubungan seksual sebelum menikah dan, setelah menikah, setia kepada pasangan nikah sendiri.

· Komitmen para pemimpin agama itu hendaknya dituangkan dalam rencana-rencana strategis untuk pencegahan dan penanggulangan virus HiV dan penyakit menular seksual lainnya.

· Supaya rencana strategis itu terwujud dalam suatu aksi yang efisien dan efektif hendaknya setiap agama/denominasi Gereja membentuk wadah/tim yang sesuai dengan tata organisasi agamanya dan melatih tenaga-tenaga yang dalam wadah keagamaan itu memberikan konseling, pendampingan ODHA sesuai dengan amanat dan semangat agama kita masing-masing.

10) Saudara-saudara yang kami hormati,
Itulah intisari hasil lokakarya kami, kami menyampaikannya dengan harapan semoga Agama-agama, Pemerintah, dan semua komponen masyarakat mewujudkannya sebagai bagian penting dari langkah kita menuju Papua Tanah Damai.

Kami mengucapkan selamat merayakan hari pekabaran Injil/hari Damai di Tanah Papua. Semoga damai dan kasih Tuhan menyertai Saudara-saudari sekalian.

Terima kasih atas perhatiannya.

Leo L. Ladjar, OFM
Ketua FKPPA Papua
[1] Seruan FKPPA kepada seluruh Umat beragama menjelang HPI/Hari Damai di Tanah Papua, tgl.5 Februari 2008. Disampaikan oleh Ketua FKPPA melalui TVRI dan RRI.

Tidak ada komentar: